Bukan Kristen atau Yahudi atau Muslim, bukan Hindu, Budha, sufi, atau zen. Bukan agama atau sistem budaya apa pun. Bukan dari Timur atau Barat, bukan keluar dari samudera atau timbul dari darat, bukan alami atau akhirat, bukan dari unsur-unsur sama sekali. Aku bukan wujud, bukan entitas di dunia ini atau akhirat, bukan dari Adam atau Hawa atau cerita asal-usul mana pun. Tempatku adalah Tanpa-Tempat, jejak dari yang Tanpa-Jejak. Bukan raga maupun jiwa.

Selasa, Februari 19, 2008

TANGGAL MERAH PUTIH

Seperti kebanyakan orang di negara-negara berkembang lainnya, menanamkan rasa kebanggaan dan kecintaan akan segala sesuatu yang dihasilkan sendiri menjadi mutlak adanya. Walaupun terkadang ada saja batu sandungan dalam berbagai bentuk protes mewujudkan penolakan akan apa yang dihasilkan tersebut. Memang sudah banyak program-program berjangka telah diterbitkan pemerintah, sampai-sampai untuk mempertegasnya selalu saja dibubuhi dengan kata sakti (NASIONAL) ditiap ujung kalimat program tersebut.

Kesemuanya itu mengingatkan saya akan gerakan yang dicanangkan pada saat saya masih duduk di bangku SMU dulu, SUSAN namanya, singkatan dari SUMATERA SELATAN ANTI NARKOBA, gerakan yang dimotori oleh kapolda sumsel waktu itu bertujuan memberantas peredaran narkotika di lingkungan pelajar dengan alasan telah banyak berkeliaran anak-anak muda pengguna narkotika di Indonesia terutama daerah sumsel. Dengan berbagai macam cara semua unsur pimpinan di dalam tubuh kepolisian itu menggerakkan semua anak buahnya menggelar aksi damai untuk mengikuti perintah atasannya.

Saya sering kali mengenang akan indahnya proses penanganan yang lakukan dari pihak kepolisian, banyaknya penyuluhan mengenai bahaya narkotika diadakan baik dalam bentuk seminar atau pemutaran film mengenai bahaya narkotika, saat itu film yang paling terkenal judulnya Ratu Extasi yang tak tahu siapa bintangnya. Sayang sekali memang gaungnya gerakan itu tidak bertahan lama sampai-sampai hilangnya pun tidak ada yang merasakan.

Baru-baru ini saya membaca di salah satu website yang juga menerbitkan salah satu media cetak cukup terkenal diantara para jurnalis, dan juga sudah banyak menelorkan jurnalis-jurnalis handal di bidang sastra dengan tulisan-tulisan panjangnya, bahwa suatu ketika pernah ada di tetapkannya hari blogger nasional oleh menkominfo, waktu itu kalau tidak salah M Nuh, dan 27 Oktober adalah tanggal yang ditetapkan karena berkesesuaian dengan tanggal diadakannya diskusi mengenai blogger se-Indonesia.

Saya coba untuk menindak secara positif dari keputusan yang ditetapkan pemerintah kita walau tanpa SK jelas ditandatangani siapa. Paling tidak penghargaan minimal bagi pemerintah kita ialah sudah mulai membuka mata sipitnya untuk mengikuti perkembangan masyarakatnya di bidang pengetahuan dan teknologi. Walaupun ada sedikit protes dibenak yang saya kesampingkan dulu, agak aneh rasanya seorang pejabat tinggi di pemerintahan secara gampangan mengeluarkan statement kontroverisal mengenai penetapan hari-hari berskala nasional.

Sejenak mulai otak ini berpikir akan keanehan-keanehan kelakuan pemerintah kita, coba bayangkan sudah berapa banyak pemerintah kita menetapkan hari-hari dalam kalender merupakan hari bersejarah hingga harus menasionalkan hari itu. Sebagai contoh pernah dulu ada GDN (Gerakan Disiplin Nasional), Hari Anti Narkoba, Hari Anak Nasional, Hari Pers Nasional, Hari Kartini, hingga hari berkabung nasional pun pernah ditetapkan juga, mungkin diantara banyak kita sendiri juga tidak mengerti apa maksudnya dan mengapa hari itu bisa dijadikan sebagai hari nasional oleh pemerintah, ataukah saja karena di hari-hari itu telah terjadi suatu kejadian yang menggemparkan rakyat Indonesia dalam skala nasional, jangan-jangan penyakit flu burung dan musibah lumpur lapindo bahkan banjir Jakarta yang katanya tahunan itu pun tak luput dari incaran pemerintah kita untuk dijadikan momen bersejarah dan diguratkan melaui goresan pena di dalam buku merahnya sebagai hari nasional.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

SAJAK KHAYAL

pernah sekali waktu dalam khayalku
aku ingin menuliskan sajak indah untukmu
walau terus ku cari dibalik cahaya sinar lampu
tetap saja tak ada satu kata pun bisa aku tuliskan

pernah juga sekali waktu dalam khayalku
aku ingin menuliskan sajak spesial untukmu
sampai harus ku cari kesemua penjual kerabu
tetap saja tak ada satu kata pun bisa aku tuliskan

pernah yang paling parah dalam khayalku
kau datang menagih semua sajak-sajak itu
keblingsatan aku harus mencari ditiap toko buku
sayangnya tetap tak ada satu kata pun bisa aku tuliskan

(19 februari 2008)

Tidak ada komentar: