Bukan Kristen atau Yahudi atau Muslim, bukan Hindu, Budha, sufi, atau zen. Bukan agama atau sistem budaya apa pun. Bukan dari Timur atau Barat, bukan keluar dari samudera atau timbul dari darat, bukan alami atau akhirat, bukan dari unsur-unsur sama sekali. Aku bukan wujud, bukan entitas di dunia ini atau akhirat, bukan dari Adam atau Hawa atau cerita asal-usul mana pun. Tempatku adalah Tanpa-Tempat, jejak dari yang Tanpa-Jejak. Bukan raga maupun jiwa.

Senin, Desember 19, 2011

'PAMERAN MINI' HASIL KARYA VISUAL DESIGNER NONGKRONG BARENG VOL.4












































VISUAL DESIGNER NONGKRONG BARENG VOL. 4


Menutup akhir tahun, acara “Visual Designer Nongkrong Bareng” kembali digelar. Masih tetap dengan style yang sama. Home to home event. Kali ini XODBOX Grpahic studio menjadi tuan rumahnya. Studio yang digawangi antara lain oleh Sapta “Bozo”, Bambang Suwito, Fajar, dan David ini, berdomisili di kawasan Ciganjur yang penuh pepohonan. Acara digelar agak berbeda dari biasanya. Selain menu standard, workshop dan diskusi, kali ini acara “nongkrong bareng” juga menyajikan pameran mini dengan tema “Visual bebas bicara, bebas bicara visual”. Pameran mini yang diisi hasil-hasil karya praktisi visual ini ditujukan untuk saling berbagi ilmu dan lebih mendorong semangat berkreatifitas dari para praktisi tersebut, dan tentunya agar saling mengetahui potensi yang ada hingga dapat berkembang biak menjadi jejaring kreatif yang solid. Terpampang 45 frame hasil karya visual dari 15 penggiat visual. Dari essai fotografi, packaging design, mobile ad, corporate design, print ad, digital imaging, hingga komik, animation project dan karikatur.

Selain diisi dengan pameran mini, acara kali ini juga mengikutsertakan praktisi dunia kreatif yang makin beragam. Graphic designer, layouter, kartunis, video editor, fotografer, web programmer, hingga print production specialist, dan dari praktisi event organizer. Seperti biasa, sesi pertama dilangsungkan workshop yang kali ini membahas komparasi image colour editing tools. Dan pada kesempatan ini Ferry “Pepenk” Ardianto, yang berprofesi sebagai konsultan desain dan freelancer, yang menyampaikannya.

Pembahasan difokuskan pada studi banding umum 3 tools untuk editing warna foto. Yaitu Capture One, Adobe Lightroom, dan adobe Photoshop default. Masing-masing tools dikupas secara permukaan. Baik kelebihan maupun kekurangan masing-masing. Diberikan juga contoh foto yang hanya bersumber dari standard spot shot yang ternyata dapat di-edit dengan tidak memakan waktu lama. Hal ini diberikan contoh mengingat banyaknya tampilan foto bukan dari fotografer profesional atau spesialis yang terbilang tidak ideal dalam pewarnaan. Baik pada produk printing maupun web.

Sesi ke 2 dimulai sekitar setelah maghrib dan setelah jamuan makan malam. Dalam sesi ini dilakukan diskusi yang menyambung dari workshop di sesi 1. Yaitu “pertarungan” idealisme visual antara hobbiest fotografi, fotgrafer professional,creative designer, & creative management. Berdasar dari ukuran taste yang hingga kini memang terlahir tak mempunyai standard pasti, banyak terjadi perbedaan-perbedaan dalam memandang sebuah obyek visual.

Masing-masing memang mempunyai cara pandang beda. Dan kecenderungan dominasi asumsi memang sangat kuat. Di satu sisi eksekutor foto memiliki keinginan untuk menampilakan karya seperti yang ada dalam pemikirannya. Kemudian para ekskutor desain juga mempunyai cara pandang berdasarkan hasil akhir produksi, hingga kadang kala hasil kesepakatan justru bisa menjadi mentah di mata creative management. Dan lagi-lagi semua masih dalam kategori asumsi, hingga akhirnya yang terjadi adalah pertarungan asumsi dalam mengapresiasi karya visual.

Lalu diskusipun merambah bidang lain yang juga masih berkorelasi kuat dengan tema. Sebuah kasus yang diungkap oleh salah seorang peserta memaparkan bagaimana dalam proses penentuan jenis huruf (font) pada sebuah karya, dapat menjadi perdebatan panjang. Pemilihan font berdasarkan kapasitas seorang graphic designerseringkali tak mendapat “restu” dari creative management. Bahkan saat diadakanpolling, hasil yang berpihak pada si desainer, tak kunjung juga mendapat persetujuan. Lalu apa yang harus dilakukan? Beberapa pandangan diungkapkan, bahwa dengan menggunakan studi literatur, riset, dan bahkan dengan menggunakan data empiris, hal-hal menyangkut pola pandang visual dapat menjadi kuat ketimbang hanya dengan menggunakan argumen berdasarkan asumsi. Mungkin tidak usah harus mencapai validitas dengan menggunakan riset mikro, cukup dalam tingkatan makro, hal-hal tersebut sudah dapat menjadi karya yang dapat dipertanggungjawabkan.

Akhirnya pada sesi ke 3 diisi dengan acara diskusi bebas. Dari sini para penggiat kreatif berbincang seputar hal-hal yang dapat dilakukan oleh hasil karya visual dalam rangka sumbangsihnya kepada masyarakat luas. Pembicaraan juga membahas bagaimana sebuah kegiatan seni visual kemasyarakatan bisa diusahakan mendapat perhatian dari masyarakat internasional, terlepas dari kemungkinan tidak adanya kepedulian yang sama dari dalam negeri.

Tercetus wacana untuk melakukan edukasi berbagai bidang kemasyarakatan melalui seni visual yang dilakukan dengan metode “dari desa ke desa”. Metode yang diterjemahkan sementara sebagai bentuk gerliya visual ini memposisikan masayarakat dalam lingkup terkecil sebagai sasaran edukasi. Banyak hal yang bisa diperbuat untuk edukasi ini. Bidang kesehatan, narkoba, pendidikan, atau juga tentang kesadaran berdisiplin dalam berbagai bidang. Draftkasarnya, alangkah idealnya jika pameran bertema kehidupan masyarakat justru disajikan kepada masayarakat itu sendiri, jadi tidak hanya menjadikan mereka obyek visual yang hasilnya hanya digunakan sebagai hiburan mata kalangan yang sekedar bisa berdecak kagum atas hasil karya tersebut.

Komunitas visual designer ini memang bukan sebuah organisasi, yang otomatis juga tak memiliki strktur organisasi. Tapi, hal ini diyakini tidak akan menghalangi untuk dapat memberi atau bersumbangsih pada tatanan hidup sosial kemasyarakatan yang ideal. Yang jelas segala yang telah dilakukan dengan berpedoman pada kegiatan nirlaba selama ini, patut diberi apresiasi karena semua dilakukan dengan ikhlas, sukarela, dan semangat berbagi yang tinggi.

Mengutip dari teks yang tercantum dalam salah satu karya fotografi hasil jeperetanAnggri Sugiyanto, yang juga terpampang pada pameran mini di acara ini, “Kegembiraan ini jujur, walau tak di atas karpet beludru.” (.)

sumber: yogasdesign

Sabtu, Juli 16, 2011

KEHILANGAN

KEHILANGAN

tadi malam buaian ku serasa berguncang
lega, menyenangkan, bergoyang-goyang pelan
seakan berangkatkan aku ke dunia barzah
ku temui semua penghuni langit
saling sapa, saling tanya
berjabat-jabat mesra, berpeluk-peluk erat
dan pada akhirnya semua menghilang
begitupun guncangan itu

siang ini buaianku kembali berguncang
kali ini bergoyang-goyang dahsyat
aku diperlihatkan lebam kelopak mata
yang nyaris berbau busuk
terlalu banyak teriakan bising
riuh bahkan terlalu riuh
hingar-bingar sorak-sorai
hingga tangis keluh
tiba-tiba guncangan terhenti

dan saat ini hari perlahan mendung
kelambu awan kian pekat
karna semangat moral hampir padam
mungkinkah ini perkara dua warna tegar
pekat menyala bersimbah tanya
apa aku ini?
siapa aku ini?
dan anda?
aku tak kenal anda.


(jakarta, 16 juli 2010)

Minggu, Mei 29, 2011

LANGKAH PERTAMA

LANGKAH PERTAMA
:kepada para mempelai

ketika mentari melahirkan pagi
keceriaan burung-burung gereja
mengiringi langkah kaki mereka
tak ada senyum yang tertahan
bergandeng-gandeng tangan mesra
mengusap-usap tangan ketiga

dengan sumringah pongah
kuberikan langit khayal kepadamu
dan bumi adalah lantai indah yang kemerlap
untuk kita lewati hingga tak bernyawa

kemari, kemarilah
kutuntun kau menuju ranjang aroma bunga
disana sudah kupasang kelambu mega
dengan sedikit berhias pelangi warna

gadisku
cinta sudah membutakan kita
dan aku bersimpuh di altar tuhan
untuk mendoakan kita tetap buta
sebab buta adalah anugrah yang kuasa

(jakarta, 29 mei 2011)

Minggu, Maret 20, 2011

KEMBALI

KEMBALI

ingin kumulai lagi langkahku
susuri jalanan yang dulu
jalanan yang sama
jalanan bentukan sampah-sampah
jalanan penuh gelak riang

aku telah kembali!

apa yang terjadi!
disini.
ditempat ini.
tempat yang sama kala itu.
tak ku temukan lagi kesunyian dulu.
kesunyian penuh ketegangan.
kesunyian sarat pergulatan.

hmm... mungkin dewa sunyi sudah mati.
hingga singgasananya runtuh.

dan kini.
tatapan malam semakin jauh
terus mengelak diajak bicara.
bebunyian tak lagi sama
sepoian angin tak lagi menyejukan
bahkan lampu redup pun menjadi asing.

apakah semuanya berubah?
apakah semuanya berpindah?
apakah semuanya tak mengenaliku?

tuhan!
biarkanlah aku menolak perubahan
karna perubahan akan membunuhku.

aku telah kembali!
ingin ku susuri lagi jalananku
jalananku yang dulu.

(palembang, 12-03-2011)

Kamis, Februari 03, 2011

SETENGAH TIANG

SETENGAH TIANG

berkibarlah bendera putih
berkibar, mengibar, mengglepar
hantu-hantu masa silam tak tergoda
karna angin pemberontakan terus menghembus
menghembus, berhembus, terendus
tak kurang lagi kata-kata lemah
mengumandanglah ucap kekalahan
:menyerah, terserah, parah.

(jakarta, 03-02-2011)

Rabu, Februari 02, 2011

SAJAK DAYU

sajak dayu

malam ketiga pembebasan bersyarat
merunut lagi tatacara kata
yang dulu sempat gegap gempita
mendayu-dayu tersedu-sedu

kali ini bulan tak penuh sempurna
tapi tak urungkan letupan pembebasan
meruang ganda diantara ubun-ubun dan kulit kepala
mengganda terus mengganda, tak terhingga

gulita langit tak lagi beraroma
mungkin langit sudah bosan berendus
menarik-narik kawanan pencintanya
yang semakin hari semakin terlena

hampar menghampar lah bumi
membentang lah keindahan semesta
mari. mari.
marilah menari
panggung ini sudah menjadi lebar.

(jakarta, 02 februari 2011)