Bukan Kristen atau Yahudi atau Muslim, bukan Hindu, Budha, sufi, atau zen. Bukan agama atau sistem budaya apa pun. Bukan dari Timur atau Barat, bukan keluar dari samudera atau timbul dari darat, bukan alami atau akhirat, bukan dari unsur-unsur sama sekali. Aku bukan wujud, bukan entitas di dunia ini atau akhirat, bukan dari Adam atau Hawa atau cerita asal-usul mana pun. Tempatku adalah Tanpa-Tempat, jejak dari yang Tanpa-Jejak. Bukan raga maupun jiwa.

Jumat, April 02, 2010

TERTIPU




... Sampai tiba masanya aku pun bertatap. Dengan segenap semangat yang tak pernah hadir sebelumnya. Perkiraan dan Prakiraan semakin menggelayuti akan senyum dan tawa bahagia. Pertanda buruk tak hiraukan akal sehatku lagi. Semua hanya kebaikan dan keindahan mimpi yang menyemangati.

Perjalananku menyebrang selat
Februari yang indah. Kedatanganku tak bersambut megah. Mungkin perkara rambut yang tak cantik lagi.Aku tetap berupaya menyemangati diri tanpa ragu akan sambutan. Kesibukan demi kesibukan termaklumi sudah sejak setahun yang lewat. Menjunjung sportifitas utamanya. Tegas dan pasti terucap: "Aku menyambangimu gadis diseberang selat".
Satu dua hari berlalu memaksaku menyaksikan kesibukan. Tapi aku bisa apa? aku bukan seorang seniman. Walau demikian aku hadir sebagai semangat ditengah keruwetan hari menjelang perayaanmu.
Ku beri yang kau minta. Kehadiranku katamu. Perbincangan tampil muka, suara, aksen, serta lagak laku. Agar tak ada terawang ramalan curiga lagi. Sedikit demi sedikit kau mulai melontarkan kalimat-kalimat memilukan. Ya..Ketegasanku katamu lagi. Mata membelalak telinga terbuka. Faham! 2minggu lebih terlewat tak seperti dambaan. Maklum. Hingga tiba saat perpisahan itu. Tak ada hantaran muka. Pelukan hangat. Hanya lenguhan suara baru terjaga. Lagi-lagi tak apa.
Aku pulang.

Kabar gembira
Saat yang dinanti akan segera tiba. Kabar gembira datang dari seberang akan hidup baru. Mulailah Semangat ini bergejolak tanpa keluh. Tak ada pertanda buruk. Sambutan hangat akan kabar seperti tak terbendung.
Tapi. Ada apa ini. Halangan demi halangan memaksaku terdiam 5 jam tak tepat janji. Semoga ini bukan kabar buruk karna gairah semakin meletup di ubun-ubun. Hidup bersama... Hidup bersama... seperti yang pernah diikrarkan berdua.
Kau sambut meski aku tak tepat 5 jam. Pelukan hangat di terminal. Aku berlagak seperti biasa tanpa letupan ekspresi hati. Kau pun demikian. Pikirku : "Polisi sialan yang menarik lembaran dari saku membuat ini jadi kaku".

Ekspresi tertunda
Dimulailah permainannya. Satu persatu segala sikap yang telah disepakati kian dilanggar. Dengan sabar aku terima kau apa adanya. Dua hari tiga hari semakin menjadi. Seperti tantangan yang tak henti. Meski kita tetap komit akan komunikasikan segalanya.
Hari itu tiba dimana pembohongan telah berpelat baja. Terlontar ketersinggungan akan tak dianggapnya kedatanganku. Kau nyatakan semua palsu. Tak ada cinta. Ditambah lagi informasi yang tak sampai pada daun telinga ini. Pada dasarnya aku laki-laki yang telah lama kecewa akan keadaan sekitar. Tapi kali ini aku tak bisa terima. Melayanglah telapak tangan kanan ini persis di pipi kirinya. Klimaks atas kata sabar. Kau hina aku sangat. Mengapa tak katakan "Tak usahlah aku hadir di kota mu". Mengapa kau iming-iming janji dan mimpi-mimpi itu. Kau tahu kondisiku saat itu. Ibuku akan dibedah, pekerjaanku semakin mengabur, logistikku semakin menipis. Pada siapa lagi aku harus bercerita? hah! Ini ulang tahunku. Kado besar berbungkus bunga. Terima kasih! ku terima dengan telapak melayang.

Biasa saja
Di benak tetap tak mampu menerima atas kisah ini. Harus secara radikal aku membunuh rasa. Menghancurkan mimpi-mimpi. Menghanyutkan segala gairah. Meski janji telah terucap.
Tak pernah terpikirkan akan seperti ini perjalanan cinta, sayang dan kasih. Aku terbuai sungguh terbuai akan rayuan serta pembohongan.

Dan sekarang waktu bagi ku untuk merenung kembali. Ternyata memang benar perkiraanku sejak dulu jikalau wanita adalah penumbang semangat. Aku nol saat ini. Kosong tanpa isi. Bodoh tanpa akal. Meski aku tak akan menyalahkannya. Yang tersesali hanya aku dengan keterbuaianku yang begitu meyakinkan.

(Rancho. 02 April 2010)

TERUNTUK KEKASIH BARU



TERUNTUK KEKASIH BARU


teruntuk kekasih baru
hari ini mentari tak lagi garang
ia tersenyum lebar tanpa curiga
memandang lega tiap sudut bumi
yang semakin hari semkin mengecut

teruntuk kekasih baru
hari ini dedaunan tak lagi kuning
ia tegar menantang angin
mengemong tiap kuncup muda
yang tak mengerti apa guna warna

teruntuk kekasih baru
hari ini gunung tak lagi batuk
ia kokoh menahan gaharnya magma
membentang indah tiap pepohonan
yang tak tau apakah gunung adalah bunda

teruntuk kekasih baru
hari ini mentari terselubung awan
hari ini dedaunan tertutup kumbang
hari ini gunung tersembunyi malam

lalu kekasih baru ku
apa maksud semua ini?


(tanjung barat, 22 maret 2010)

PERGI ATAU MENINGGALKAN



PERGI ATAU MENINGGALKAN

pohon dan rumput semakin tak jelas

berlari kencang tinggalkan aku
tanpa toleh maupun sapa
disudut malam terlintas setitik dian
para penjaja perut mulai menari
tersungging manis senyum bibirnya
di tempat pemberhentian kaki
entah terbuat dari apa senyum itu
hingga kini tak ada habisnya
meski waktu tlah lama membosan
dan sekarang satu persatu bibir
mulai menjaja senyum pahit
seakan memainkan kisah baru
tanpa syair apalagi naskah
dibenakku hanya ada satu tanya
aku kembali atau meninggalkan.

(teluk gelam, 23 februari 2010)

TOPENG




TOPENG

lentera mata yang bertopeng
benderang terang ditengah gelap
jemari lentik terus meraba isi kepala
meski muka tetap bertopeng
disini terdengar riuh irama malam
tebar aroma seratus mawar
semerbak mewangi mengitari langit
tapi jiwa tak 'kan tersentuh
karna muka tertutup topeng.

(20-02-2010)