Bukan Kristen atau Yahudi atau Muslim, bukan Hindu, Budha, sufi, atau zen. Bukan agama atau sistem budaya apa pun. Bukan dari Timur atau Barat, bukan keluar dari samudera atau timbul dari darat, bukan alami atau akhirat, bukan dari unsur-unsur sama sekali. Aku bukan wujud, bukan entitas di dunia ini atau akhirat, bukan dari Adam atau Hawa atau cerita asal-usul mana pun. Tempatku adalah Tanpa-Tempat, jejak dari yang Tanpa-Jejak. Bukan raga maupun jiwa.

Jumat, Februari 29, 2008

KISAH HARI INI


Kalaupun masih bisa berandai-andai, alangkah indahnya bisa menampilkan hidup damai dengan segala keseimbangan di permukaan tanah yang diklaim kepemilikannya oleh sang pencipta ini. Aku merasa itu tidak muluk-muluk, hanya saja pencapaian ke taraf damai itu masih sulit di tembus dengan jerih payah keringat beberapa mahluk saja. Apalagi untuk mengangkat keseimbangan diatas segala bentuk ketimpangan yang ada sekarang ini, ah.... tampaknya aku masih harus tetap berkhayal untuk itu semua.

Hari ini tepat tanggal hari Rabu 28 februari 2008, kembali aku harus mencatatnya kedalam buku khayal kucel dan lecek yang tak kalah usangnya dengan pakaian yang ku pakai hari ini. Hidup di belantara hiruk pikuk kota dengan berbagai macam karakter jenis manusia adalah perperangan paling berat, ketimbang aku harus ikut menghadapi ribuan kafir yang bermusuhan di medan perang karbala yang penuh dengan penghianat. Tapi itu lah keberkahan dan rahmat pemberian secara percuma dari sang Khalik maha dari segala maha, hanya saja di setiap peperangan hidup ini akan ada yang disebut sebagai golongan imamah. Golongan itu dibentuk bertujuan agar kesemuanya bisa berjalan beriringan di bawah satu komando sang komandan.

Sayangnya, siapakah golongan imamah yang dimaksud itu? Anda kah? Bapak anda kah? Kakek anda kah? Aku tak pernah tahu itu semua. Yang jelas aku beranggapan imamah buat ku bukanlah sang Bambang Yudhoyono yang setiap kali selalu tampil di koran tempat ku bekerja, bukan pula sang Nurwahid mantan presiden partai pengekspolitasi kaum hawa, Bukan sang Sutanto dengan sok gagah memamerkan bintang jasa di seragamnya ditambah terselipnya sepucuk revolver gagang hitam berisikan 8 butir peluru di panggulnya walau demikian sangat sering ia tampil tidak pede hingga kemana-mana harus ditemani bawahannya, Jelas Bukan mereka semua.

Lalu apakah aku harus mengakui golongan imamah itu dari golongan terpelajar layaknya Sang Amien yang telah dianggap sebagai tokoh reformasi dulu, Bukan dia. Apa pemilik perusahaan tempat ku bekerja Sang Tanu itu adalah salah satu dari imamah, rasanya aku tidak yakin. Atau sang Pemimpin Redaksi di tempat ku bekerja. Bah.... apalagi dia, sangat jelas sekali bukan dia walau terkadang banyak dari Om-Om redaktur menyanjungnya.

Ternyata semakin dicari sang imamah semakin ngibrit saja lari dari dunia nyata ini. Hingga mengharuskan semua penghuni yang papa layaknya aku disini terombang-ambing memilih jalan ke kanan atau kekiri, harus menerjang maju atau menarik mundur dari dunia.

Jangan katakan kalau aku Pria tak berguna karena berputusasa dengan keadaan, jelas anda salah besar bung..., Aku hanya sedikit bersedih dengan kondisi di tempat ku bekerja, yang mana disetiap permasalahan muncul tidak pernah ada penyelesaian kongkret, padahal itu sudah jelas apa yang menjadi biang dari permasalahan, sampai-sampai harus kehilangan rekan kerja sebanyak tiga orang dibulan ini.

Layaknya orang yang tidak bisa menuntut, mereka pun harus menarik mundur pasukan bertombak didalam hatinya sebab mereka beranggapan tidak ada harta rampasan di tempat ini, yang ada hanya kekalahan memalukan diterimanya. Yang harus tereliminasi itu bukan lah orang sembarang, mereka tergolong pioneer disini.

Seperti biasa aku tidak banyak berharap kalau tulisan ini dibaca oleh mereka ataupun oleh pemilik kehidupan di tempat kerja ku. Sampai dengan hari ini aku hanya mencoba untuk mencari sela dimana aku harus mulai mengakhiri ini semua, tampaknya obrolan warung kopi harus dipersering intensitasnya untuk membentuk rasa persatuan diantara sesama. Dan, kalaupun itu juga ternyata bisa dipatahkan, mau tidak mau aku pun melanjutkan pergerakan yang dimulai dengan jalan harus mundur teratur meninggalkan bekas sesal bagi mereka yang ditinggalkan.

Yah... aku rasa cukup sudah catatan ku hari ini di buku khayal kecil nan kucel didalam otak penuh andai-andai. Untuk sekarang aku harus bertahan karena perjuangan masih berlangsung.......

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KISAH HARI INI
(sang jago berpindah tangan)

tak ubah ayam kampung di palmerah
dimasukkan semua kedalam kurungan
lalu dikeluarkan satu persatu lewat lobang kecil
kemudian datang lah pembeli
nanar mata sang jago sambil komat kamit
berharap tuan baru memberi jagung
bukan dedak seperti tuan sekarang
tanpa embikan layaknya kambing
perpindah tangan lah sang jago hari ini
(jakarta, 29 februari 2008)

Tidak ada komentar: