Bukan Kristen atau Yahudi atau Muslim, bukan Hindu, Budha, sufi, atau zen. Bukan agama atau sistem budaya apa pun. Bukan dari Timur atau Barat, bukan keluar dari samudera atau timbul dari darat, bukan alami atau akhirat, bukan dari unsur-unsur sama sekali. Aku bukan wujud, bukan entitas di dunia ini atau akhirat, bukan dari Adam atau Hawa atau cerita asal-usul mana pun. Tempatku adalah Tanpa-Tempat, jejak dari yang Tanpa-Jejak. Bukan raga maupun jiwa.

Minggu, Desember 12, 2010

MALAM

MALAM

aku melihat malam
malam yang bukan malamku
disana
seekor gagak pekat
sedang asik mematuk rembulan
rembulan meringis
mentari tak pernah menangis
ini langit kita bagi
saling tebar dian redup
saling bakar semangat hidup
ya
kali ini aku melihat malam
malam yang bukan malamku
bersama candu bianglala


(jakarta, 12 desember 2010)

Kamis, Oktober 28, 2010

CATATAN RENUNGAN

CATATAN RENUNGAN

terlalu banyak yang bicara luka
meski diantara kita tak sepenuhnya faham
pernah kah kita berfikir sejenak saja
paling tidak mendengar dari orang lain
mengenai apa arti luka itu sendiri
kita terlalu angkuh dan bodoh
sehingga menganggap luka kita adalah luka dunia
padahal luka itu tak ada setitik pun dari debu yang berterbangan
lalu apa yang kita harap dari rintih keluh
serta koar koar mengatasnamakan luka
untuk sekadar mencari dukungan
cerita-cerita sendu sudah cukup lama dikumandangkan
tapi yang dicari bukan penyelesaian
yang ada malah mencari siapa yang harus dikambinghitamkan
pada akhirnya kita harus tersadar dengan sendirinya
bahwa orang terakhir yang harus disalahkan
adalah diri sendiri.

(jakarta, 09/09/2010)

Minggu, Oktober 03, 2010

GANGGUAN

gangguan

bebunyian itu datang lagi
seakan mengitari poros otak kiri
lirih sendu
lenguhan malu
bahkan desah desah itu
hmm....
semoga ini kedamaian
semoga ini kenyamanan
yang tercipta dari kata

(jakarta, 03 oktober 2010)

Jumat, September 24, 2010

YANG KINI DI SAAT INI

YANG KINI DI SAAT INI

ketika malam tertidur dengan pulasnya
aku berjalan menyusuri tubuhmu
aku mulai menjamahi kuku kuku jemarimu
lentik mungil namun kumal

engkau tergelitik

di saat aku menyentuh telapak kakimu
entah desahan ataukah decakan
yang terlontar dari bibirmu

ya ya ya jelas lah sudah

kau tak pernah mau berbagi mimpi bersamaku

(jakarta, 24 september 2010)

Selasa, September 07, 2010

36 menit

36 menit

cukup tiga puluh enam menit
pertapaan ini
walhasil
segala praduga
bahkan prakira
harus musnah
musnah
tanpa harap
karna mengharap
adalah musnah

sedikit kata
sedikit bicara
laku wibawa
sikap karisma
terjelas sudah
pamrih dianggap
bersyukur papa

bilamana tersadar
sejenak saja
maka
tumpaslah
segala marabahaya
namunnyana
kali ini
buaian mimpi
tak temu cita

apa terjadi
sumpah serapah
hujat raga
hina lagak
serta
mengada-ada

mari
kemarilah
usap kepala ini
tanpa sela
agar kita tau
ya
agar kita tau
bayang-bayang
masa silam
sekadar sejarah

(langsat 7 september 2010)

Jumat, Agustus 27, 2010

Minggu, Agustus 22, 2010

BALADA PAK SARJIO

BALADA PAK SARJIO

pak sarjio pak sarjio
hadirmu di malam buta
meski kaki tak beralas
kau tetap tersenyum sumringah
gerobak butut sumber hidup
senantiasa bergembira dibelakangmu
sesekali ia berdenyit cekikikan
karna roda hitam tumpuannya
hampir lima tahun tidak berganti

pak sarjio pak sarjio
malam ini putri mungilmu menemani
shakila namanya
usianya belum genap lima belas
tapi kau beri ia sebatang djarum super
"supaya jadi super layaknya jarum" katamu

hei... ini gerobak ku
iya gerobak mungil ini
bapak buatkan khusus untukku tadi pagi
shakila perkenalkan kekasih barunya padaku

pak sarjio pak sarjio
malam ini malam kesepuluh bulan puasa
kau lukai seisi jakarta dengan senyummu
dan lenggak lenggok si mungil shakila
tak ubahnya semangat tanpa batas
dan sesekali kakimu kau pijit
sebagai bukti usiamu tak muda lagi

kau ketuk tiap kendaraan yang melintas
tanpa kau sentuh jendelanya
anggukan kepala tanda peduli sesama
sekalipun nyamuk ganas kota jakarta
tetap kau jamu dengan senyum

pak sarjio pak sarjio
putrimu mulai mengantuk
kau ikatkan gerobak mungilnya
persis dibelakang gerobakmu
dan shakila meringkuk didalamnya

akan ku tarik bebanmu nak
malam ini masih sahabat kita
aku cinta hidup ini
hidup yang penuh semangat
hidup yang penuh aroma
hidup yang penuh perjuangan
dan yang pasti
aku cinta hidup mu

pak sarjio pak sarjio
letupan petasan memaksamu pulang
kerumah-rumahan yang kau cipta
dipelipir jalur perlintasan ular besi
hmm.... rumahku surgaku

(jakarta, 20 agustus 2010)

Selasa, Agustus 17, 2010

TAK BERTUAN

TAK BERTUAN

ini baru saja terjadi
tetapak sepatu masih menempel
pekat di lantai yang basah
konon ini sepatu tak bertuan

sepasang kaos kaki menari nari
memecah sunyi dilantai yang basah
terpeleset tersandung hingga terpelanting
pun ini tak bertuan

ceplak ceplok lelangkah sepasang sandal
berbahan karet kenyal berwarna pelangi
kali ini selip di lantai yang basah
kita akui ini tak bertuan

seklebat sapuan kain pel melenyapkan
mas yanto hadir dengan gagah
bersihkan segala yang menempel
di lantai yang masih basah
mas yanto juga tak bertuan

(jakarta, 17 agustus 2010)

Senin, Agustus 02, 2010

...

...

tak ada judul di sajak ini
begitupun jejak pejalan kaki
semua pergi dan berlalu
selayaknya cuaca hari minggu

tuhan sentuh ubun-ubun kepala singa
dan dikandangkannya seekor keledai disana
limbung, linglung, semakin bingung
keledai meringkik singa mengaum

apa tuhan mempermainkan umatnya?
titis mataku ini mencari arti
mungkinkah bumi masih jadi pijakan pasti?
mari berkumandang tegas meyakini semua
bahwa kita tak punya hak akan kendali hidup

(jakarta, 2 Agustus 2010)

APA

APA

tak mengerti apa yang dibenakku kala itu
aromamu masih tertinggal
masuk ke dalam tas merah ini
aku tak butuh peluk
pun aku tak butuh lenguhan kecil dari bibirmu
karna memang aku tak butuh apa-apa darimu
kali ini perjalanan hanya sebentar
sedari dulu menanti sudah tak ada arti lagi

sambangi aku lewat sajakmu
penuhi aku tanpa ragamu
tapi mengapa ini terjadi lagi
tak ada sambut sapa di telinga kiri?
mulutmu terantai kaku
kaki mu terbelenggu ragu
tanganmu tetap membatu
mungkinkah ini adalah makna menjamu
ya.. aku tak berada di kota kecilku
meski membusuk ini cuma palsu

kita pernah tahu dalam satu kata
ada ruh yang bersemayam disana
anggap saja semua adalah maya
yang nyata hanya pandangan mata
bulat menghitam putih melipir
semoga saja kata tak mendendam

bahasa apa ini?
bau tanah apa ini?
tak perlu kasihani?
aku tak hadir di jalan sepi
biarkan aku lewat
kakiku tak mau rapuh

(jogja, 1 Agustus 2010)

KAWAN

KAWAN

ku sapa kau sebagai kawan
karna tak ada pamrih dibalik kata itu
mari peluk aku lepaskan segala gundah
semua yang kau pikul tak membunuhmu
aku bangga melihatmu
kau lengkapi hidupmu dengan perhiasan dunia
perempuan tabah dan anak yang manja
kau berkeluh akan tak tega
dan lihat lah
ayah bundamu tak menuntut apa-apa

ku sapa kau sebagai kawan
kata indah sarat makna
sembilan tahun lamanya kita tak bersua
hanya sapa tanpa suara
dugaku dugamu
ternyata begitu mempesona
sangat berbeda berlainan arah
lalu aku datang kepadamu

ku sapa kau sebagai kawan
keyakinan bukan hambatan akan rasa
kau ingatkan akan kehidupan
aku terima semua bala upaya
tapi tanganku tak mampu menjamah ranahmu
kau biarkan hidup terus menghimpit citamu
kita masih sama tak ada yang berubah
curahkan semua kepadaku
karna ku sapa kau sebagai kawan

(jetis, 1 agustus 2010)

GADIS KECIL BERBAJU MERAHMUDA

GADIS KECIL BERBAJU MERAHMUDA

sedikit ku bagi cerita kepadamu
tentang gadis kecil berbaju merahmuda
pulas tidurnya dipangkuan bunda
tak sedikitpun dosa menggelayuti
laju perjalanan bukan soal baginya
karna hidup ini adalah ayah bunda tercinta
jam lima pagi ia terjaga tiba-tiba
dipandanginya berpuluhpuluh pasang mata

"hhmmm.... dunia masih ramai" gumamnya
tak ada sapa tutur dimulut yang mungil
cuma pandangan
ya cuma pandangan
tak lebih bahkan tak juga kurang

hooaawww...
lenguhan itu terdengar
lagi lagi ia menggosok gosok keduamatanya
kantuknya kembali mencekam
naluri sang bunda menawarkan pangkuan
ia melanjutkan perjalanan mimpinya

gadis kecil berbaju merahmuda
semoga kau tau apa arti dunia nyata.

(KA Progo, 31 juli 2010)

Jumat, Juli 23, 2010

ADIK KECILKU MERANJAK REMAJA

ADIK KECILKU MERANJAK REMAJA
--untuk adik-adik ku


mentari tampil di subuh ini
dedaunan masih basah berselimut embun
terdengar riuh kaki kaki rezeki
menelusup masuk disela jejarian

adik kecilku meranjak remaja
dan ceria senantiasa menempel diwajahnya
senyuman tanda kebahagiaan
senyuman bukti keriangan
senyuman penuh keikhlasan

aku terkenang dimasa itu
dimana kau ditimang dengan gempita
kasih sayang tercurah tumpah kepadamu
tak ada keluh yang berarti
karna kau anugrah di rumah kita

adik kecilku meranjak remaja
menapaki dunia lewat jendela
kau pandang langit membiru
kau sentuh embun dedaunan
kau berani tebarkan tanya

aku tersudut dikamar mandi
menyaksikan kehidupan menamparmu
tuntutan bersarang dikepala
pundak tak lepas dari pikulan
tak apalah jalanmu masih panjang

adik kecilku meranjak remaja
penuh celoteh akan tanya
mengapa kita bukan orang kaya
mengapa mereka bisa jadi raja
mengapa ia ada di dunia

aku kembali ke perenunganku
terawang angan bukan punyaku
tak ada sesal atas pemberi nyawa
meski hati membengkak menahan rasa
karna hidup ini hanya pinjaman

adik kecilku meranjak remaja
kenali dunia dengan kakinya

(jakarta, 23 juli 2010)


Minggu, Juli 18, 2010

CERITA HARI INI

CERITA HARI INI (LAGI)

setelah semua berlalu
ia pun hadir ke ruang ku

ya
kini kau yang kedua
kau urai sajak dengan gelak
kau seret aksara penuh aroma
dan sukma ku menyala

gerimis menggelayuti siang
tanpa muka tanpa raga
aku datang menghampirimu
aku jinjing keranjang malu
sebut sebut satu nama
ia gadis disamping selat
akan ragu tak terhantar

diiring alunan air hujan
aku terbius seperti sediakala
seketika kita tukar kata
alpha beta charlie delta
alif ba ta tsa
kita kebingungan akan sejarah
titik koma titik koma
tak ada pakaian yang ku kenakan

tangkupan dua koma telah terpecah
semoga kau ceria

lalu
cerita apa ini?
kau yang kedua
kau tak berbeda
sadarku membentakku

(jakarta, 18 juli 2010)

Sabtu, Juli 17, 2010

SYAIR PERSEKONGKOLAN

SYAIR PERSEKONGKOLAN

tidak kah kalian tau apa itu persekongkolan
ya persekongkolan adalah rahasia kita
mekanisme yang sangat fleksibel
sebar pamplet wangi penuh ajakan
bakar semua yang tak layak
tidak kah kalian tau persekongkolan itu dosa
lalu? apakah persekongkolan atas nama tuhan
itu dibenarkan?
bagi kami hidup hanya sekali mati pun sekali
persekongkolan wajib dibantai sampai ke akarnya
sekarang aku bersekongkol bersama syair
untuk hancurkan persekongkolan
tidak kah kalian tau persekongkolanku ini?

(langsat, 17 juli 2010)


SAJAK KATA

SAJAK KATA

satu kata satu ruh bernyawa
kian sesak menghimpit raga
para dewa malaikat bahkan tuhan
turut serta urun kata
dan kini manusia tak mau kalah
lahirkan jutaan bayi kata
masuk kandang karantina
puja puji seolah memupuk
tapi kau tau yang terjadi saat ini?
setelah hadir didunia
bayi kata tak dapat ASI
tidak diteteki apalagi ditimang
bayi kata mengembara sendiri
raba lembaran putih
realita
nyata
buaian hanyalah buaian
karna kata telah porak poranda
hancur lebur
kini bunda kata telah pergi
mengumbar lagi kata-kata baru
berselubung kata syukur

(langsat, 17 juli 2010


Selasa, Juli 13, 2010

SAHABAT

SAHABAT
--untuk suryadi

ini kata itu rasa
akal membatu jiwa membeku
katakan: LA untuk tidak
biarkan ini hidup milikNya

ini tembakau dan itu abu
mari berpadu melepas rindu
kau jauh dengan citamu
aku merindu tetap menggagu

disaat ini disaat itu
kita berlalu berharap temu
engkau semerbak aku terbahak
inilah kita sahabat kelak

(jakarta, 13 juli 2010)

Sabtu, Juli 03, 2010

PENGHAMBA

ini sungai sudah mengalir
sampah tinja mayat manusia
terapung tenang penuhi jiwa
sampan bobrok tertambat kaku
kian detik bocor kian bertambah
air surut lumpur pasang
genangan hitam aliran terhenti
celah bocor menganga lebar
ini sungai sudah mengalir
sampah tinja mayat manusia
hanya hamba hanyut didalamnya


(jakarta, 03 Juli 2010)

Kamis, Juli 01, 2010

KITA

KITA

kita dalam sajakmu adalah perang!

(jakarta, 1 juli 2010)

SOMBONG

SOMBONG
--untukmu

wahai, kau yang terkasih
karna segala sikap sarat akan kepalsuan
hari ini menjadikan sombong kata bakunya
bukti nyata atas panen kebohonganmu

wahai, kau yang terkasih
tertampak jelas ibadah ini sia-sia
dimana ucap kasih yang kau tebar itu?
sudah tuntaskah kitab agama cinta mu?

wahai. kau yang terkasih
biarkan dinding ini tetap kusam
jikalau kau jijik akan debu peduli
tak perlu lagi tempel pamplet ajakan

wahai, kau yang terkasih
kau tanam benih kemunafikan
mungkinkah ini dendam atas masa silam
yang tak terbayar akan pelakunya

wahai, kau yang terkasih
gumpalan darah menjadi pekat
kau kalah dibabak penyisihan
sesosok bangkai bercokol dikepalamu

wahai, kau yang terkasih
didalam cawan ini
berkumpul lah kalian para pendendam
untuk memburu yang selanjutnya

(jakarta, 1 juli 2010)

Senin, Juni 28, 2010

MERENUNG MUNGKIN (BETHARAKALA)

Bungkus ke empat di hari ini. Dji Sam Soe Fatsal 5. Sepertinya kehidupan mempertontonkan babak goro-goro. Panggung yang ditertawakan. Rupa yang penuh banyolan. Gelak riang tuntunan kehendak dalang. "Ini pementasan ku," tutur sang dalang. "Ku masukkan kau ke dalam pertunjukkan ini dan ku ikat erat kau disini, karna sebentar lagi peperangan dimulai" lanjutnya.

Bahasa sang dalang begitu anggun dan menyilaukan. Mulanya aku tak peduli. Tapi ia terus mengajak duduk mendengar dan menyaksikan sandiwara ini. "Ah... mempermainkan kehidupan," gumamku. Meskipun menarik. Tapi ini tidak benar. Terkadang bijak, terkadang mencibir, terkadang pula sesungukan.

Tak lama. Biusan Betharakala merungsingkan aku. Menyimak. Iba. Dan kau tau? Dengan sangat sadar kali ini aku bukanlah penonton lagi. Aku ambil bagian di tengah pergulatan para pelakon yang sarat pengalaman.

Bungkus ke empat batang pertama. Dji Sam Soe Fatsal 5. Harusnya ini waktu kita bahagia. Tertawa. Berseri. Menuai benih yang telah kita semai. Kita bersepakat membeli satu bidang tanah. Memang tidak lebar. Hanya sekepalan tangan. Aku cabuti ilalang gering yang tumbuh. Aku tawarkan perban pembalut luka. Karna aku tidak mengerti bercocok tanam. Kita saling jual kesabaran waktu itu.

Betharakala menuntun kita. Meski aku tak pandai menebar benih. Tapi aku mampu menjaganya. Setiap waktu. Aku sirami, aku pupuki. Karna ini mengasyikan.

Masih bungkus ke empat batang pertama. Dji Sam Soe Fatsal 5. Rokokku tak lagi berbara. Berbaur dengan abu dan puntung di sebuah piring mungil. Hmm... Kepulan asap tipis mengusik mata ini. Perih. "Ada yang tersambar sepertinya," pikirku. Tapi. Aku tampik pikir itu. Aku sangat yakin dan percaya pada puntung ini. Karna ia setia bersamaku. Seperti aku bersedia serahkan paru-paru untuknya.

Kali ini gas pembuat api semakin menipis. Aku paksa ia membakar putung ini. duapuluhtiga jam tiga menit duaribusepuluh detik. Ternyata putungku terus menyala sedari tadi. Ia tersulut sisa puntung yang dipatahkan. Heran? Ya pastinya. Mengapa kau tak menawarkan asap pekat kepadaku?

Berkutat pada batang pertama. Di bungkus ke empat ini. Dji Sam Soe Fatsal 5. Kebenaran telah terkuak. Kalau semua sia-sia. Biar aku serahkan semua bungkus terakhir ini. Meski aku membutuhkannya. Tapi sudahlah. Selama baramu tetap menyala. Aku selalu bahagia. Sebab inilah tujuanku: Membahagiakanmu dengan cara apapun.

(jakarta, 28 Juni 2010)

Selasa, Juni 22, 2010

TOLAK

TOLAK

lagi-lagi berjalan pincang
cas cis cus pembenaran sediakala
kungkungan ego rasionalitas
perlahan membunuh tiap sela jemari

kali ini bukan perkara rasa
yang ada hanya luapan akal lama
tak mungkin sama dimasa beda
sebab kesempatan silih berganti mengerubuti

celah!
yang dicari hanya itu
tampik moralitas apalagi norma
hukum yang berlaku hanya hukum isi kepala

tak pernah ada yang mengakui
jikalau ia adalah kerbau
tak tau mengapa semua terlontar
meski kerbau jelma manusia taat

logis dan pasti selalu landasan
tetapi nyata rasa dan naluri jadi tindakan
bertolak akan kehadiran tuhan
sebab hidupnya tak butuh siapa-siapa

(jakarta, 14 maret 2010)

MUSIM GUGUR DI TENGAH PARA GADIS

MUSIM GUGUR DI TENGAH PARA GADIS

tujuh gadis penuh luka
berdiri layu di perempatan jalan panjang
satu persatu senyum cibir menyoroti
apakah bumi terlena akan sedihmu?

tujuh gadis penuh luka
dimukanya tersadar atas derita yang menantangnya
hujan panah cacian terus menukik deras
lalu, mungkinkah tubuh ini tetap bertahan?

tujuh gadis penuh luka
sempoyongan jatuh dipadang ilalang gersang
jarang-jarang tak bersentuh kumbang jantan
sampaikah mata menatap tegar?

tujuh gadis penuh luka
tertatih-tatih menuju sendang
gusar dirimu terlena isi kepala
padahal kau tau hati kelam berbicara
dan, akankah kau terbawa menuju selatan?

tujuh gadis penuh luka
saling bopong di bawah rerindang
hikayat pohon besar silapkan bunga rampai
buaian dongeng terus mengisi khayalanmu
apakah kau tau?
musim gugur segera mengendus segalanya

(jakarta, 19 mei 2010)

BETINAKU

BETINAKU

wahai kau betinaku
kulumuri kau dengan madu kasihku
setiap detik penuh makna
kata sama kata kita
bukankah selayaknya terus mengema?
kau kumandangkan kata kita
di seantera jagat tak bersudut ini
semua bulat tak berujung
tapi kini kau bosan tuk tersenyum
karna hatimu berwarna pekat

wahai kau betinaku
kusentuh kau persis diliang persenggamaan
kau menggelinjang disertai kekeh senang
namun semua hanya topang kenikmatan semata
tak bercorak seperti sarung yang kau kenakan

wahai kau betinaku
lihat dengar dan resapi
langit tak selamnya membiru
sesekali ia hitam pekat, terkadang merona merah
sedang rasaku bagai gumpalan awan
yang sesekali menyegarkan bumi yang kau pijaki

wahai kau betinaku
perahu telah terkayuh seberangi selat beku
sauh pun menghantarkan aku ke muka mu
kau resah kau bimbang kau marah
lalu kau cemooh
karna aromaku tak mampu merangsangmu

(tanjung barat, 16 maret 2010)

KADO

KADO

kuhadiahkan kau bingkisan manis kepadamu
berbungkus kusam terikat erat pita ungu
kado kasih sayang, kado keindahan
tergeletak ia di keranjang depan pintumu
tak ada sentuhan tak ada sambutan
selayaknya tanpa beban ucap terima kasih
kuhadiahkan bingkisan manis kepadamu
tak ada pamrih didalamnya
pun tak tertera kartu ucapan
karna ini kado penghiantan yang termegah

(jakarta, 23 maret 2010)

Kamis, Juni 17, 2010

MUNGKINKAH


MUNGKINKAH

mungkinkah luka yang teramat dalam ini akan terobati

mungkinkah kecewa yang teramat parah ini akan terbatasi

mungkinkah keputusasaan teramat lama ini akan teratasi

mungkinkah langkah yang teramat jauh ini akan terhenti

mungkinkah negeri yang teramat ngeri ini akan terganti

mungkinkah tangis yang teramat keras ini akan terakui

mungkinkah rumah yang teramat reot ini akan berdiri

mungkinkah hati yang teramat sempit ini akan terpatri

mungkinkah semua ini?


(Jakarta, 17 Mei 2010)


AKAL DAN RASA


AKAL DAN RASA

Pergulatan rasa semakin menipu

otak dan hati terus berseteru

kau hadir di saat hampa

dimana malam kehilangan mahkotanya

aku panggul cintaku mengelilingi semesta

angin kendaraanku cahaya jalanku

menuju keagungan tuhan yang esa

tanda kasih tersebar sejagat raya

aku bersimpuh diatas otak dan hatiku

hanya kau maha penguasa akal dan rasa

dan semua hanyalah ciptaan


(Jakarta, 07 Mei 2010)

JAWAB




JAWAB


Wahai penguasa
Bantahan demi bantahan terlontar sudah

Ringkih badan ini menahan linu

Kau hidup di bumi pertiwi kami


Wahai penguasa

Aku gugah kau melalui kata

Ini bumi kami ini negeri kami

Bukankah kau tau akan itu?


Wahai penguasa

Dimana tapak kaki ibu kami

Kau gusur tanpa cela

Ini negeri tlah lama dianiaya
Ini negeri tlah lama dihina

Wahai penguasa

Ini kami hadir dihadapanmu
Berikan jawaban sekarang
Atau kita akan berperang!


(Jakarta, 24 April 2010)

PADAMU NEGERI



Padamu Negeri


Bergerak cepat anak bangsa

Negeri ini telah lama meringkuk

Jeruji-jeruji masa semakin berkarat

Kurungannya tak ada arti saat ini

Rumah tinggal yang
Berlumuran darah saudara kita
Sekarang
Dendangkanlah nyanyian tua

Padamu negeri kami berbakti


(Jakarta, 09 April 2010)

Jumat, Juni 11, 2010

ANTARA BUMI DAN AKU



ANTARA BUMI DAN AKU


membrengus bumi yang semakin hangus

tanah pecah kering kerontang

dan tubuh lunglai berjalan diatasnya

dari kejauhan siulan geram tak merdu

ya sang gagak tampil di siang hari

kenakan jirah lelapnya tanpa kilap

pekat karat menempel tanpa sekat


membrengus bumi yang tak cantik

hijau rerumputan kian menguning

terjuntai kuning hilang kepala

disekitarnya kerumunan kambing ceking

cekikikan mengunyah penuh berkah

dan penggembala buta santai nyelonjor

karna kaki bau adalah hadiah terindah dari tuhan


membrengus bumi yang tak bulat

dedaunan segar dikerubuti lalat

hingga anjing kurap kerap mencaci

mengapa ia tak makan sayur

meski sang anjing tetap dirantai

bukan pengaruh baginya berimaji

liur menetes bagai ledeng di komplek cukong


membrengus bumi yang batuk dahak

disiram hujan yang hilang akal

kau tau hujan kini talah bercerai dari awan?

kau tau apa alasannya?

konon awan tak berjeniskelamin

ya kini hujan dapat pacar dari jenisnya

sungai goblok yang mengalir bingung

terkadang deras terkadang pula tenang

yang pasti sungai berikrar demi bersetubuh


membrengus bumi yang kian girang

penuh perkara sepele namun genting

meski demikian bumi adalah ciptaan terbaik tuhan

melebihi malaikat, dewa bahkan manusia

setiap dua kali sehari ia onani sembari

menonton persetubuhan matahari dan bulan


membrengus bumi yang gelandangan

tak pernah mau menjawab dimana rumahnya?


(jakarta, 11 Juni 2010)

Kamis, Juni 03, 2010

JELANG


JELANG

detik deras berlalu
aku bertanya apa mau Mu
para remaja mendewakan dewasa
yang muda idamkan majelis tua
bergumam cepat lidah dibalik bibir
khayal ku lepas perbudakan rasa
harap mimpi serta cita terus mendampingi
bagai Khodam jaga tiap jiwa manusia

waktu menjelang senja
tebar bintang sebelum terang
kata per kata sedikit menggema
pekik hati ini tak sentuh raga bertapa
sekarang nanti menanti menjadi tawar
aku mulai tercekik
mengingat rindu yang terus menghimpit

dentang bantul pengingat waktu berbunyi
siang membentang tak ada batasan
dan aku coba menghilang

(jakarta, 03 Juni 2010)

Jumat, April 02, 2010

TERTIPU




... Sampai tiba masanya aku pun bertatap. Dengan segenap semangat yang tak pernah hadir sebelumnya. Perkiraan dan Prakiraan semakin menggelayuti akan senyum dan tawa bahagia. Pertanda buruk tak hiraukan akal sehatku lagi. Semua hanya kebaikan dan keindahan mimpi yang menyemangati.

Perjalananku menyebrang selat
Februari yang indah. Kedatanganku tak bersambut megah. Mungkin perkara rambut yang tak cantik lagi.Aku tetap berupaya menyemangati diri tanpa ragu akan sambutan. Kesibukan demi kesibukan termaklumi sudah sejak setahun yang lewat. Menjunjung sportifitas utamanya. Tegas dan pasti terucap: "Aku menyambangimu gadis diseberang selat".
Satu dua hari berlalu memaksaku menyaksikan kesibukan. Tapi aku bisa apa? aku bukan seorang seniman. Walau demikian aku hadir sebagai semangat ditengah keruwetan hari menjelang perayaanmu.
Ku beri yang kau minta. Kehadiranku katamu. Perbincangan tampil muka, suara, aksen, serta lagak laku. Agar tak ada terawang ramalan curiga lagi. Sedikit demi sedikit kau mulai melontarkan kalimat-kalimat memilukan. Ya..Ketegasanku katamu lagi. Mata membelalak telinga terbuka. Faham! 2minggu lebih terlewat tak seperti dambaan. Maklum. Hingga tiba saat perpisahan itu. Tak ada hantaran muka. Pelukan hangat. Hanya lenguhan suara baru terjaga. Lagi-lagi tak apa.
Aku pulang.

Kabar gembira
Saat yang dinanti akan segera tiba. Kabar gembira datang dari seberang akan hidup baru. Mulailah Semangat ini bergejolak tanpa keluh. Tak ada pertanda buruk. Sambutan hangat akan kabar seperti tak terbendung.
Tapi. Ada apa ini. Halangan demi halangan memaksaku terdiam 5 jam tak tepat janji. Semoga ini bukan kabar buruk karna gairah semakin meletup di ubun-ubun. Hidup bersama... Hidup bersama... seperti yang pernah diikrarkan berdua.
Kau sambut meski aku tak tepat 5 jam. Pelukan hangat di terminal. Aku berlagak seperti biasa tanpa letupan ekspresi hati. Kau pun demikian. Pikirku : "Polisi sialan yang menarik lembaran dari saku membuat ini jadi kaku".

Ekspresi tertunda
Dimulailah permainannya. Satu persatu segala sikap yang telah disepakati kian dilanggar. Dengan sabar aku terima kau apa adanya. Dua hari tiga hari semakin menjadi. Seperti tantangan yang tak henti. Meski kita tetap komit akan komunikasikan segalanya.
Hari itu tiba dimana pembohongan telah berpelat baja. Terlontar ketersinggungan akan tak dianggapnya kedatanganku. Kau nyatakan semua palsu. Tak ada cinta. Ditambah lagi informasi yang tak sampai pada daun telinga ini. Pada dasarnya aku laki-laki yang telah lama kecewa akan keadaan sekitar. Tapi kali ini aku tak bisa terima. Melayanglah telapak tangan kanan ini persis di pipi kirinya. Klimaks atas kata sabar. Kau hina aku sangat. Mengapa tak katakan "Tak usahlah aku hadir di kota mu". Mengapa kau iming-iming janji dan mimpi-mimpi itu. Kau tahu kondisiku saat itu. Ibuku akan dibedah, pekerjaanku semakin mengabur, logistikku semakin menipis. Pada siapa lagi aku harus bercerita? hah! Ini ulang tahunku. Kado besar berbungkus bunga. Terima kasih! ku terima dengan telapak melayang.

Biasa saja
Di benak tetap tak mampu menerima atas kisah ini. Harus secara radikal aku membunuh rasa. Menghancurkan mimpi-mimpi. Menghanyutkan segala gairah. Meski janji telah terucap.
Tak pernah terpikirkan akan seperti ini perjalanan cinta, sayang dan kasih. Aku terbuai sungguh terbuai akan rayuan serta pembohongan.

Dan sekarang waktu bagi ku untuk merenung kembali. Ternyata memang benar perkiraanku sejak dulu jikalau wanita adalah penumbang semangat. Aku nol saat ini. Kosong tanpa isi. Bodoh tanpa akal. Meski aku tak akan menyalahkannya. Yang tersesali hanya aku dengan keterbuaianku yang begitu meyakinkan.

(Rancho. 02 April 2010)

TERUNTUK KEKASIH BARU



TERUNTUK KEKASIH BARU


teruntuk kekasih baru
hari ini mentari tak lagi garang
ia tersenyum lebar tanpa curiga
memandang lega tiap sudut bumi
yang semakin hari semkin mengecut

teruntuk kekasih baru
hari ini dedaunan tak lagi kuning
ia tegar menantang angin
mengemong tiap kuncup muda
yang tak mengerti apa guna warna

teruntuk kekasih baru
hari ini gunung tak lagi batuk
ia kokoh menahan gaharnya magma
membentang indah tiap pepohonan
yang tak tau apakah gunung adalah bunda

teruntuk kekasih baru
hari ini mentari terselubung awan
hari ini dedaunan tertutup kumbang
hari ini gunung tersembunyi malam

lalu kekasih baru ku
apa maksud semua ini?


(tanjung barat, 22 maret 2010)

PERGI ATAU MENINGGALKAN



PERGI ATAU MENINGGALKAN

pohon dan rumput semakin tak jelas

berlari kencang tinggalkan aku
tanpa toleh maupun sapa
disudut malam terlintas setitik dian
para penjaja perut mulai menari
tersungging manis senyum bibirnya
di tempat pemberhentian kaki
entah terbuat dari apa senyum itu
hingga kini tak ada habisnya
meski waktu tlah lama membosan
dan sekarang satu persatu bibir
mulai menjaja senyum pahit
seakan memainkan kisah baru
tanpa syair apalagi naskah
dibenakku hanya ada satu tanya
aku kembali atau meninggalkan.

(teluk gelam, 23 februari 2010)

TOPENG




TOPENG

lentera mata yang bertopeng
benderang terang ditengah gelap
jemari lentik terus meraba isi kepala
meski muka tetap bertopeng
disini terdengar riuh irama malam
tebar aroma seratus mawar
semerbak mewangi mengitari langit
tapi jiwa tak 'kan tersentuh
karna muka tertutup topeng.

(20-02-2010)

Sabtu, Januari 23, 2010

TAK TUNTAS




Dimulai lagi dari dini hari. Ketika jutaan mata telah terlena akan dunia lelap. Kali ini gagak hitam berparuh tajam dengan ikhlasnya mencaci kegelapan. Hinaan demi hinaan terlontar deras tepat di kepala bulan. Sabit mungkin kala itu. Masih tak bisa dimengerti maksud cacimakinya akan alam. Apakah karna alam t’lah menyatu di tiap helai bulu-bulu halusnya? Atau malah helai-helai bulu kelam membaur dengan alam?

Sepertinya perenungan tak ‘kan kunjung usai. Mencaci pun tak jua tuntas. Jikalau sentuhan penuh gairah segera terlepas tegas dari cengkraman.

Ini. Bukan perkara ranting yang beranjak dewasa menjelang mati. Tuturnya hanya alam tak pernah bersahabat menuruti rasa-akal-pikirnya saja. Hilanglah sudah kata-kata mulia pemuja eros. Berganti kini tabi’at shiva berpegang tongkat trisula terlilit cobra ganas. Dan. Nanar matanya. Menyala!

Bulan terperanjat menatap. Sigap jilatan lidah api gampang memerah gumpalan berliuk penuh akal. Pikirnya t’lah berkarat. Telinganya t’lah terkatup. Mulutnya t’lah terbungkam. “Mata? Ah… mata tak usah lah bicarakan mata,“ hinanya lagi.

Ya, terasa sangat jelas kepulan asap panas yang mengandung seratus dewa penggoda itu. Membenamkan segala legenda tanpa mukadimah. Manis-pahit tak berarti sudah tanpa penetrasi. Karna dirasanya alam sudah tak intim lagi.

Tapi. Tilik sebentar bagian terkecil yang hampir terlewat: Ujung paruh yang kian membengkok bukan tanpa musabab; Kelelahan mematuk tak bisa menyengat; Kedinginan tanpa selimut helai bulu lembut; Pintu jeruji penjara semakin berkarat, bahkan hampir patah.

Tak sedikitpun ia mentolerir. Kaki tuanya yang lelah. Sayap kecilnya yang linu. Helai bulunya yang rontok. Kuku-kuku cakarnya yang terlepas. Kulit kepalanya terkelupas. Kembali dirasanya sahabat alam t’lah berpaling.

Heiy…. Lihat Kunang-kunang menghampirinya. Itu luar biasa?

Selepas obrolan kunang-kunang pun meredup kecewa. Sekerlip saja ia hilang menyatu bersama kelam. Aneh. Tak kerling sesudahnya. Ada apa? Begitu besarkah pengaruh gagak hitam itu.

Namun secara bersamaan. Alam masih tenang dengan kekelaman. Bulan tetap anggun melengkung. Tak sedikitpun terbersit rasa iri akan indah benderangnya mentari. Tapi Sang Gagak Hitam?

----

TEGAS MIMPI

Karpet merah t’lah terbentang

Langit menjelma kelambu kelam

Kerling kunang-kunang sekejap pergi

Rumput hijau malu tertunduk

Lalu!

Melesat!

Cepat!

Si kerdil bergerak sigap

Melangkah gagah tanpa pikir

Babat keras hamparan batas

Satu!

Hanya Satu harap menggunung

Mahligai emas mimpi di seberang selat.

(Palembang, 23 Januari 2010)