Bukan Kristen atau Yahudi atau Muslim, bukan Hindu, Budha, sufi, atau zen. Bukan agama atau sistem budaya apa pun. Bukan dari Timur atau Barat, bukan keluar dari samudera atau timbul dari darat, bukan alami atau akhirat, bukan dari unsur-unsur sama sekali. Aku bukan wujud, bukan entitas di dunia ini atau akhirat, bukan dari Adam atau Hawa atau cerita asal-usul mana pun. Tempatku adalah Tanpa-Tempat, jejak dari yang Tanpa-Jejak. Bukan raga maupun jiwa.

Jumat, Januari 11, 2008

PELAJARAN BAGI SANG BUAH HATI

Jangan lah kalian mengeluh dan merengek-rengek terus menuntut ini dan itu dengan cengengnya, kemiskinan kalian gunakan sebagai alasan, dan urusan makan selalu menjadi dalihmu.
Hidup bukan cuma untuk makan!


yah.... itu lah kata yang harus saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Saya tidak tahu, apa yang ada di otak para ibu-ibu di samping itu. Dengan beramai-ramai turun kejalan tanpa memikirkan 'apa kata dunia'.
Satu pertanyaan yang ada di benak saya saat melihat foto ini, "Apakah ini emansipasi, yang dielu-elukan Kartini?"
Turun ke jalan dengan menghilangkan kodratnya sebagai wanita 'muslimah', karena sepanjang sepengetahuan saya, wanita muslimah itu tidak akan mempertontonkan 'aurat'-nya.
Dengan berteriak-teriak di jalan, saya beranggapan itu sudah menjadi pelanggaran terhadap hukum agamanya yang dianut.

Masya Allah....
Suara, bagi seorang wanita muslimah itu adalah Aurat yang harus di jaga jangan sampai membuat kaum lawan jenisnya itu tergoda apa lagi menangis.

Tapi kalau dilihat dari foto ini bukan main, semangatnya untuk mencari keadilan, dengan menyuarakan hak dan keinginannya. Ia turun ke jalan sembari membawa putra-putri mereka yang masih balita tanpa harus tahu apakah putra-putrinya itu mau ikut turun ke jalan bersama 'sang ibu'.
Akhirnya mengalir lagi pertanyaan yang baru yang juga membuat saya malu sebagai seorang Muslim.
"Kemana para kaum pria (muslim) nya?"
"Apa sang suami/ayah/kakak/adik dari para wanita berkerudung ini mengizinkan?"
"Apakah sang suami/ayah/kakak/adik dari para wanita berkerudung ini tahu kelakukannya?"
"Apakah ini cara terbaik mendidik putra-putrinya mengenai pelajaran demokrasi?"
sampai akhirnya kita harus mengerutkan kening, mengurut-urut kepala, dan menatap dengan tajam atas tindakan para ibu-ibu berkerudung ini, sambil berkata dalam hati.
"Terus siapa yang akan memasak di rumah?"

Tidak ada komentar: