Bukan Kristen atau Yahudi atau Muslim, bukan Hindu, Budha, sufi, atau zen. Bukan agama atau sistem budaya apa pun. Bukan dari Timur atau Barat, bukan keluar dari samudera atau timbul dari darat, bukan alami atau akhirat, bukan dari unsur-unsur sama sekali. Aku bukan wujud, bukan entitas di dunia ini atau akhirat, bukan dari Adam atau Hawa atau cerita asal-usul mana pun. Tempatku adalah Tanpa-Tempat, jejak dari yang Tanpa-Jejak. Bukan raga maupun jiwa.

Kamis, Maret 13, 2008

WARUNG KOPI YANG GAGAL

Seperti yang pernah aku ungkapkan sebelumnya bahwasannya akan semakin banyak tema dan bahasan dalam obrolan warung kopi di saat aku harus melepas lelah dari rutinitas. Sangat nyata benar, kalau kebosanan telah merasuki bukan hanya ke dalam darah, tapi telah mencapai puncak stressing paling tinggi di dalam otak kecil paling belakang, yang terkadang membuat ku sedikit merasa pusing kejenuhan.

Di setiap perbincangan bersama orang-orang selalu saja tidak bisa dijadikan tumpuan pencari solusi terbaik, tapi malah memancing persoalan-persoalan baru yang juga mau tidak mau aku pun dengan keterpaksaan harus nimbrung untuk mengikuti alur cerita itu. Tambah mumet. Walau aku tahu obrolan yang dilancarkan bukan obrolan terbaru, hanya saja kosa kata dan pemilihan bahasanya saja yang terdengar baru, tapi kesemuanya itu sebenarnya sangat lama sekali sudah pernah diperbincangkan di setiap sudut, terkadang aku pun sempat dilanda rasa bosan untuk memperbincangkannya lagi. Bukan persoalan tema atau apa yang menjadi persoalannya yang membuat ku bosan, tapi jalan keluar nya yang selalu mentok di jalan buntu lah yang menjadi topik itu selalu menjadi garing.

Obrolan warung kopi memang tidak lah buruk adanya, hanya saja akhir-akhir ini seperti tidak memiliki visi yang jelas, ada yang bicara yang lain mendengar, terus ada usaha dari lawan bicara menanggapi kemudian semua diam. Layaknya orang-orang yang sedang mengeluarkan unek-uneknya saja tidak lebih, malah semakin hari semakin tidak menarik aku rasakan.

Tidak ada aroma menyengat lagi dari obrolan-obrolan itu sekarang. Tidak seperti dulu, semua sepertinya telah larut didalam usaha untuk mengeluarkan diri dari masalah dengan cara masing-masing. Sampai-sampai untuk mengeluarkan kata-kata berisikan guyon pun tampaknya sudah mulai berkurang, apakah ini kontraksi dari salah satu segmen proses ekskresi pencernaan bermasalah. Yang terdengar hanya kotoran-kotoran saja.

Semua telah di rundung persoalan yang sama, kebosanan dan tanpa harapan. Berharap tapi tidak tahu apa yang diharapkan, bertahan pun tidak tahu apa yang mesti dipertahankan. Akankah aku mengajak semua untuk bertapa didalam kejenuhan tanpa dasar berpola. Aku rasa tidak perlu.

Mungkinkah ini sudah suatu keharusan bagi semua kaum buruh, dimana semua harus duduk berleha-leha selalu saja membicarakan majikan. Mending kalau majikannya garang atau sangar, bisa langsung aku berikan tusukan khas dari palembang. Lah, kalau sang majikan hanya bisa berdiam, tanpa tindakan.

Untuk sekarang aku hanya mencoba memancing di air keruh saja dulu, bangkitkan semua keluhan-keluhan dari semua, biarkan mereka semua berkeluh kesah walau akupun ruwat, jadikan itu sebagai tombak runcing untuk menusuk sang majikan.

Sekali lagi urusan penghargaan yang diaplikasikan dalam bentuk nominal dengan penyeragaman tanpa ada ketimpanganlah tuntutan kawan-kawan. Apakah sangat diperlukan pergerakan ayam-ayam kampung palmerah aku ungkapkan lagi? Sepertinya itu akan terus berlangsung hingga nantinya yang tersisa hanya telor-telornya saja, yang belum tentu itu akan menjadi bibit unggul dari jago-jago berjengger merah karena sang jago sekarang sudah hilang gairah untuk mereproduksi keturunan lagi. Kita tunggu saja saatnya, yang tersisa hanya telor-telor busuk tanpa ada yang mengeraminya. Hancurlah kau kandang ayam.

====================================================================

PEMUDA PENUH HARAP

lelaki itu berangkat dengan penuh harap

diciuminya tangan kedua orang tua
"aku akan menjadi harapan mu" ia berucap
hilanglah ia di tengah dingin dunia

bagai wedana di antah barantah
ia melangkahkan kaki ke tanah neraka
tangis beriring indah senyum merekah
tertepiskan bersama harap membara

tak berapa lama sampailah ia disana
"aku datang wahai penguasa dunia" serunya
bukan hanya khayal ia menjelajah dunia
lihatlah harap itu masih merah menyala

bukan dosa bunda melepas kepergiannya
hanya nasib tak tega menjadi tumpuan
bukan salah bapa menitikkan restu
tapi asa masih tetap malu mencari umpan

larutlah ia dalam khayal beratap
fatamorgana terus merambat merayap
halusinasi rumi pun enggan menatap
kini, ia lah pemuda tanpa pengharap

sempurna sudah......

(jakarta, 13 maret 2008)

2 komentar:

antown mengatakan...

belum tampak obrolan apa yang dimaksud dalam warung kopi itu. Pembaca dibuat bingung...

antown mengatakan...

waaa... durung diupdate. Kok malah buat blog lagi? katanya janji setia dengan satu blog (pernah nggak bilang gitu??)
yowislah gapapa, tapi yang penting syukuran dulu. kan punya blog baru, rumah baru hehe