Bukan Kristen atau Yahudi atau Muslim, bukan Hindu, Budha, sufi, atau zen. Bukan agama atau sistem budaya apa pun. Bukan dari Timur atau Barat, bukan keluar dari samudera atau timbul dari darat, bukan alami atau akhirat, bukan dari unsur-unsur sama sekali. Aku bukan wujud, bukan entitas di dunia ini atau akhirat, bukan dari Adam atau Hawa atau cerita asal-usul mana pun. Tempatku adalah Tanpa-Tempat, jejak dari yang Tanpa-Jejak. Bukan raga maupun jiwa.

Minggu, Maret 30, 2008

CERITA DINI HARI


CERITA DINI HARI


malam ini, ketika mentari malu bersinar
aku datang ke ribaanmu, melalui terpaan angin dingin
melalui guliran titik-titik embun basah
aku berjalan menghampirimu

saat semua mulai berkeluh kesah
meratapi hidup yang hilang arah
aku tetap sabar menanti sapaanmu
datanglah padaku, jangan ragu merayap sayang

aku ingin tahu apa yang kau rasa
beri tahu aku nyanyian melo itu
lemparkan semua isi di benak mu
biarkan sabar hanya untuk ku

lewat tengah malam, aku kembali datang padamu
kau tumpahkan semua kehampaan asa
tak sadar kau sudah membicarakan risau
takut akan hidup abadi, kekal selamanya

bagai nina bobo bagi sikecil
pulasmu semakin menjelentikkan kekakuan
mencoba terus menusuk iba ku
mengajak ikut serta dalam perangmu

akhirnya fajar pun menampar mentari
dipaksanya ia muncul melalui sela jendela
tanpa undangan ia mengusik alam sadar
igauanmu masih terus teriang ditelinga kiri

hidup adalah soal keberanian sayang
aku harus menempuh rintangan perjalanan panjang
biarlah aku cerna dulu kenangan-kenangan dan harapan-harapan itu
bersama kabut pagi menanti datangnya bidadari
menarik ku dari hidup yang biru

(jakarta, 30 maret 2008)




Kamis, Maret 27, 2008

PENJARA WAKTU

Dua puluh empat tahun sudah genap usia ku tiga hari yang lewat. Sangat terasa memang, tapi kesemuanya serasa berlalu secara kencang, cepat dan deras, hingga aku sendiri tidak terlalu dihebohkan dengan datangnya hari itu. Ucapan selamat hari lahir, milad, bahkan happy birthday pun berdatangan, baik itu melalui pesan singkat di handphone maupun melalui kotak surat elektronik. Siapa-siapa orang yang mengirimkan itu pun aku sudah tahu dan kenal cukup lama, walau sebagian dari pengirim melalui electronic mail tak pernah bertatap muka secara langsung dengan ku, tapi tetap aku merasa sudah cukup mengenalnya.

"Hari bahagia, hari yang penuh makna" mungkin itu lah kalimat tersering yang aku dengar dari lantunan syair-syair indah yang pernah dilantunkan oleh pelantun suara indah, untuk menyampaikan antusiasme terhadap satu momen untuk memperingati hari yang selalu ditunggu setiap tahun oleh sebagian besar manusia penghuni tanah bulat ini.

Sempat terbersit juga memang, mungkin di saat bersamaan juga ada orang atau mahluk di dunia bagian lain yang juga menanti atau mengharapkan datangnya hari itu, mungkin karena di hari itu ia akan mendapatkan lotre, atau menantikan kedatangan hadiah undian dari salah satu bank, atau malah ada yang bertolak belakang dengan mereka hingga sangat membenci akan datang hari itu. Yah.... pikiran ku kembali melayang, berbagai khayalan pun melambung menikmati hasil karya ilahi yang selalu diklaim sebagai produk terpuji dan sangat berharga di antara sekian banyak karya yang sudah di hasilkan sang pencipta.

Sampai pada akhirnya aku pun melihat testi dari salah seorang teman 'maya' yang isinya:

Harimu terus berjalan kawan
Umurmu terus berkurang tak tertahan
Takdir terkadang tak terbantahkan
Namun hidup kan terus berjalan

Bon anniversaire... Moga bisa terus berkarya, makin dewasa dalam hidup dan dalam iman.

Disini aku seakan-akan dipaksa untuk berpikir keras. Mencerna makna yang tersimpul di antara untaian kata-kata singkat itu.

'Harimu terus berjalan kawan'
aku terus termangu menatap rangkaian kata itu, apakah benar aku telah melalui jalan yang panjang menapaki gang paling terkenal bernama hari-hari [waktu]. Aku merasa sepertinya singkat saja aku melewati masa-masa dimana aku tidur dipangkuan ibu ku, dengan sapuan tangan kasar namun penuh kasih itu mengusap rambutku. AH..... ternyata itu sudah lama terjadi, tampaknya masa itu tak akan kembali lagi.

' Umurmu terus berkurang tak tertahan'
Disini merasa sangat terpukul dengan untaian kata itu, bagaimana tidak, bukannya hari itu digit angka di badan ku bertambah?. Kok, malah ia katakan kalau umurku semakin berkurang, Ah.... tampaknya ada lagi orang yang kembali menakut-nakuti ku mengenai persoalan pengakhiran hidup.

' Takdir terkadang tak terbantahkan'
Iya memang aku sangat meyakini akan adanya takdir, terus... maksudnya 'tak terbantahkan' itu maksudnya apa? Aku hanya melihat takdir ku ini aku lalui, aku jalani, dan aku nikmati, tanpa ada penyesalan. Lalu takdir seperti apa yang dimaksudkannya itu. Sepertinya ia ingin terus menakut-nakuti ku dengan bahasa tuhan lagi.

' Namun hidup kan terus berjalan'
Jelas aku akan hadapi itu, aku bukan orang yang stagnan atau statis, berdiam diri menunggu nasi datang dihadapan mulut busuk ku, kesemuanya telah aku lalui sampai dengan hari itu datang. Tak ada yang aneh, dengan adanya tekad dan semangat berkobar didalam dada sesak yang talah penuh dengan asap rokok ini, aku tetap harus menjalankan misi pencarian ku yang belum terselesaikan. Terjawabkah?

' Bon anniversaire...'
yang ini aku tidak mengerti maksudnya apa, tapi yang jelas ini seperti ucapan 'happy anniversary' aku rasa. Tidak ada yang harus diselamatkan atas diriku, atau jangan-jangan ini suatu pengucapan agar aku terus bisa menjaga kesalamatan orang lain. Tapi tetap ini hanya dugaan subyektif ku saja.

'Moga bisa terus berkarya, makin dewasa dalam hidup dan dalam iman.'
Kalimat pertama sebelum tanda koma (,) itu sangat aku hargai, aku akan terus berkarya dalam bentuk apapun sebagai perwujudan dari apa yang aku cari. Namun kalimat kedua sebelum diakhiri tanda titik (.) itu, apa pula maksudnya. Dengan nominal angka yang telah aku kantongi sekarang ini, apa belum bisa mempertontonkan kalau aku ini sudah mencapai fase orang dewasa dalam hidup, sudah berbagai macam penerimaan aku rasakan dalam hidup, dan dengan keyakinan reliji ku sekarang, aku rasa itu juga masih tetap masuk dalam satu buku misi ku sekarang, kan?


Walau demikian tetap saja secara keseluruhan aku sangat layak berbangga hati bisa mendapatkan teman, walaupun ia tidak bisa mengirimkan hadiah berupa benda atau juga bunga, tapi dengan mengirimkan rangkaian kata-kata itu aku merasa masih ada orang yang mampu meluangkan waktunya untuk berpikir sejenak kemudian mengetukkan kesepuluh jarinya diatas keyboard agar terciptanya untaian kata-kata indah. Akhirnya dengan tulus ikhlas dan dengan penuh penghormatan tertinggi diatas kepala Hitler aku ucapkan 'TERIMA KASIH' kepada yang mengirimkan kado terindah itu.

"Selamat Ulang Tahun, Selamat Hari Lahir, Selamat Hari Raya, Selamat Hari Peringatan, Selamat atas Pertambahan Umur, Selamat atas Perolehan Angka Baru,
Selamat Datang di Gerbang Baru, Selamat Menikmati Hidup di Grade yang Baru."

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

APAKAH MASIH ADA YANG HARUS BERTANYA LAGI

apakah masih ada yang harus bertanya lagi

di saat semua sudah tersinar pagi
tak ada yang bisa terganti dihari ini
sinar hitam pekat berlari tanpa henti-henti
mengejar semua isi perut bumi
tak ada yang bicara persoalan ganti rugi
sepertinya ibu suri masih tetap terlelap akan kata-kata berani

apakah masih ada yang harus bertanya lagi
sekembali ia mencari bunyi perkusi di negeri sehari
akankah ia pergi mencari jangkrik-jangkrik bernyanyi di pinggir kali
walaupun tak pernah sekalipun ia jingkrat-jingkrat menari seudati
tapi hanya tampak dari muka yang berseri tanpa harapan pasti ini
sangat jelaslah sudah, semua sudah tak ada arti bagi dirinya sendiri
pengejarannya telah sampai di titik terperih hari ini
hingga di hari pengakuan pun tak pernah ia hadir disini

apakah masih ada yang harus bertanya lagi
kemana aku semalaman tak berada disini
aku mencari semua yang pernah dicuri
sakit gigi, sakit hati, sakit rasanya berada disini
tak pernah aku pergi berlari dari perkara mati
malah aku sering menantang apa itu kekal abadi
aku cari semua yang menginjak bumi
untuk bersama berlari mencari hidup abadi
terhindar dari semua pencuri hak dan harga diri
teriakanlah.......
temani aku jangan biarkan aku sendiri
aku hanya ingin mempertontonkan apa itu hati nurani

(jakarta, 27 maret 2008)


Kamis, Maret 13, 2008

WARUNG KOPI YANG GAGAL

Seperti yang pernah aku ungkapkan sebelumnya bahwasannya akan semakin banyak tema dan bahasan dalam obrolan warung kopi di saat aku harus melepas lelah dari rutinitas. Sangat nyata benar, kalau kebosanan telah merasuki bukan hanya ke dalam darah, tapi telah mencapai puncak stressing paling tinggi di dalam otak kecil paling belakang, yang terkadang membuat ku sedikit merasa pusing kejenuhan.

Di setiap perbincangan bersama orang-orang selalu saja tidak bisa dijadikan tumpuan pencari solusi terbaik, tapi malah memancing persoalan-persoalan baru yang juga mau tidak mau aku pun dengan keterpaksaan harus nimbrung untuk mengikuti alur cerita itu. Tambah mumet. Walau aku tahu obrolan yang dilancarkan bukan obrolan terbaru, hanya saja kosa kata dan pemilihan bahasanya saja yang terdengar baru, tapi kesemuanya itu sebenarnya sangat lama sekali sudah pernah diperbincangkan di setiap sudut, terkadang aku pun sempat dilanda rasa bosan untuk memperbincangkannya lagi. Bukan persoalan tema atau apa yang menjadi persoalannya yang membuat ku bosan, tapi jalan keluar nya yang selalu mentok di jalan buntu lah yang menjadi topik itu selalu menjadi garing.

Obrolan warung kopi memang tidak lah buruk adanya, hanya saja akhir-akhir ini seperti tidak memiliki visi yang jelas, ada yang bicara yang lain mendengar, terus ada usaha dari lawan bicara menanggapi kemudian semua diam. Layaknya orang-orang yang sedang mengeluarkan unek-uneknya saja tidak lebih, malah semakin hari semakin tidak menarik aku rasakan.

Tidak ada aroma menyengat lagi dari obrolan-obrolan itu sekarang. Tidak seperti dulu, semua sepertinya telah larut didalam usaha untuk mengeluarkan diri dari masalah dengan cara masing-masing. Sampai-sampai untuk mengeluarkan kata-kata berisikan guyon pun tampaknya sudah mulai berkurang, apakah ini kontraksi dari salah satu segmen proses ekskresi pencernaan bermasalah. Yang terdengar hanya kotoran-kotoran saja.

Semua telah di rundung persoalan yang sama, kebosanan dan tanpa harapan. Berharap tapi tidak tahu apa yang diharapkan, bertahan pun tidak tahu apa yang mesti dipertahankan. Akankah aku mengajak semua untuk bertapa didalam kejenuhan tanpa dasar berpola. Aku rasa tidak perlu.

Mungkinkah ini sudah suatu keharusan bagi semua kaum buruh, dimana semua harus duduk berleha-leha selalu saja membicarakan majikan. Mending kalau majikannya garang atau sangar, bisa langsung aku berikan tusukan khas dari palembang. Lah, kalau sang majikan hanya bisa berdiam, tanpa tindakan.

Untuk sekarang aku hanya mencoba memancing di air keruh saja dulu, bangkitkan semua keluhan-keluhan dari semua, biarkan mereka semua berkeluh kesah walau akupun ruwat, jadikan itu sebagai tombak runcing untuk menusuk sang majikan.

Sekali lagi urusan penghargaan yang diaplikasikan dalam bentuk nominal dengan penyeragaman tanpa ada ketimpanganlah tuntutan kawan-kawan. Apakah sangat diperlukan pergerakan ayam-ayam kampung palmerah aku ungkapkan lagi? Sepertinya itu akan terus berlangsung hingga nantinya yang tersisa hanya telor-telornya saja, yang belum tentu itu akan menjadi bibit unggul dari jago-jago berjengger merah karena sang jago sekarang sudah hilang gairah untuk mereproduksi keturunan lagi. Kita tunggu saja saatnya, yang tersisa hanya telor-telor busuk tanpa ada yang mengeraminya. Hancurlah kau kandang ayam.

====================================================================

PEMUDA PENUH HARAP

lelaki itu berangkat dengan penuh harap

diciuminya tangan kedua orang tua
"aku akan menjadi harapan mu" ia berucap
hilanglah ia di tengah dingin dunia

bagai wedana di antah barantah
ia melangkahkan kaki ke tanah neraka
tangis beriring indah senyum merekah
tertepiskan bersama harap membara

tak berapa lama sampailah ia disana
"aku datang wahai penguasa dunia" serunya
bukan hanya khayal ia menjelajah dunia
lihatlah harap itu masih merah menyala

bukan dosa bunda melepas kepergiannya
hanya nasib tak tega menjadi tumpuan
bukan salah bapa menitikkan restu
tapi asa masih tetap malu mencari umpan

larutlah ia dalam khayal beratap
fatamorgana terus merambat merayap
halusinasi rumi pun enggan menatap
kini, ia lah pemuda tanpa pengharap

sempurna sudah......

(jakarta, 13 maret 2008)

Minggu, Maret 09, 2008

PERBEDAAN


Hidup di antara sengatan menyengat aroma sisa-sisa pembuangan dari dapur tuan Baron modern, tak membuat orang-orang yang dijadikan objek pencari dana monetary rahwana-rahwana berdasi itu bosan, tapi mereka tetap akan menikmati hidangan yang diberikan sang pencipta kepadanya, karung-karung bekas dijadikannya sebagai pelindung kepala anak-anak bangsa ditambah kardus-kardus mie disisi kanan-kiri depan-belakang dijadikannya sebagai pelindung dari cemeti panas terik matahari dan hantaman hujan gledek disebabkan alam yang kian gringsang, yang tak tahu kepada siapa alam memberi pelajaran itu.

Jelas kenikmatan yang mereka rasakan sangat berbeda dengan kenikmatan yang kita rasakan, kenikmatan itu tak pernah kita mengerti walau terkadang muka memelas penuh penghambaannya membuat miris pilu kita menatapnya. Tapi itu bukan keputusasaan mereka, coba lihat senda gurau disertai gelak tawa menyeruakkan kepuasan saat mereka berebut lemparan kotoran-kotoran dari dalam keledai modern berkaki bulat buatan saudara tua bangsa ini.

Mereka hidup dari mengais sisa-sisa buangan si tuan polan, tak pernah sekalipun mengeluarkan tuntutan berlembar-lembar hvs berisi baris-baris kata dengan mengatasnamakan perut mereka. Tapi mengapa, malah mereka dijadikan musuh bebuyutan hingga tak segan-segan sering kali kenyamanan hidup mereka terus diganggu sebagai bentuk usaha pemuas kenikmatan si leher berdasi, padahal mereka hanya meminta sisa-sisa yang dibuang, bukan burger dan ayam goreng paman sam.

Pernah suatu ketika mereka membuat para rahwana menjadi berang, bukan karena mereka mencuri sepatu hitam mengkilap dari atas rak. Persoalannya sepele, hanya karena nafsu syahwat para rahwana tiba-tiba sedang meningkat hingga matanya perih dan pedas melihat mereka mengais rejeki di sekitaran pembuangan berbau busuk. Dan akibatnya, mereka harus tereliminasi dari kenikmatan hidupnya selama ini dan harus bergelimpangan di bawah-bawah bangunan penyangga rel impor. Naas benar nasib mereka, untuk mencari kenyamanan hidup pun mereka harus terganggu.

Penguasa bersetelan rapi itu tak pernah menginjakkan kakinya lagi. Dulu sebelum ia bisa berseragam, pernah sempat bermain-main bersama mereka. Tapi sekarang, mereka hanya dijadikan asset berharga bagi penguasa agar setelan jasnya tak copot dengan segera. Mengelu-elukan usaha perbaikan gizi, malah satu keluarga di Makassar tewas mengenaskan karena marasmus.

Ah.... terlalu lelah aku membahas semua, mungkin keadaan inilah yang memaksa kita harus tetap mengakui bahwa "Inilah Indonesia ku", dari berbagai ketimpangan yang terjadi inilah bisa menimbulkan terjalinnya hubungan yang harmonis antara si kaya dan si papa. Mari kita rapatkan barisan bergabung dalam satu kesatuan untuk tetap bisa terjaga dari kehidupan maya bentukan penguasa. Ayo jangan ragu teriakanlah "Aku lah orang Indonesia itu...!!".

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

MALU

material seperti apa
yang bisa menyatakannya
berwujud tapi tak berbentuk
buku seperti apa
yang bisa mengungkapkannya
nyata tapi tak teraba

katanya ia ada di hati
itukah sebab tangannya menadah
katanya pula ia ada di akal
pantas saja kepalanya mengangguk

orang gila di jalan tak punya itu
makanya ia catwalk tanpa busana
orang gila di istana juga tak punya itu
tapi kan ia berbusana rapi, berdasi pula

aneh memang
padahal itu adalah budaya bangsa
(jakarta, 09 maret 2008)

Jumat, Maret 07, 2008

KEMBALI

KEMBALI

kembali seperti kemarin
hanya ingin kembali
buahnya manis-manis
makan tak akan meringis
hanya ingin kembali
kembali seperti kemarin
tak ada harapan lagi
aku dihari ini

Kamis, Maret 06, 2008

CINTA DAN MATI

Siapapun kita di pelataran bumi indonesia ini, pastilah tahu siapa pemimpin negara sekarang. Jelas, sama jelasnya saat kita melintas di sekitaran tempat pertunjukkan film atau lebih akrab di kenal dengan sapaan bioskop, tampak megah dan mewah memajang poster berukuran besar dengan menampilkan tiga sosok sahaya yang dua diantaranya wanita. Walau tak tampak jelas apa tulisan dibawahnya, tapi kita tetap tahu pertunjukkan film seperti apa dan title apa yang akan ditayangkan di dalam sana.

Sangat hebat atau lebih tepatnya sukses besar aku memberi penghargaan atas film itu. Bagaimana tidak, selain film ini diangkat dari sebuah novel bestseller film ini juga konon bercerita mengenai apa itu cinta (katanya). Sekali lagi sukses besar, sukses besar, memang layak bagi ku untuk mengacungkan jempol, walaupun aku sendiri tidak pernah menontonya apalagi membaca novelnya, tapi tetap aku akui inilah sukses besar atas sebuah karya.

Kalau kita mau menilisik lagi, kesemuanya itu tidak akan bisa terjadi apabila tidak ada antusiasme dari para mahluk pencari cinta (iya kita-kita ini) mendambakan sosok seorang fachri yang alim dan sang aisyah yang penuh misteri.

Tapi tetap saja aku harus menghindari menonton film ini, Loh.. Kenapa bang? Ya... sebagaimana telah aku paparkan sebelum ini, aku sangat menghindari segala bentuk yang berbau percintaan antara dua manusia, baik itu berupa film, puisi, lagu ataupun stensil kuno. Sebagai manusia yang penuh akan lupa, aku tetap beranggapan aku belum siap mencintai seseorang akhwat/harim/wanita/perempuan/cewek/awewek/betino atau apalah sebutan yang mengatasnamakan keturunan adam berjenis kelamin sama sepert hawa.

Ada satu hal yang aku kurang menyetujui konsep dari novel atau film itu, apalagi kalau bukan penggabungan antara percintaan dua insan yang dikait-kaitkan dan dihubung-hubungkan dengan keyakinan suatu pemeluk agama (muslim). Aku bukan orang suci, aku juga bukan orang alim, pun aku bukan fachri. Aku hanya orang goblok yang tak kenal akan cinta untuk saat ini.
maaf kan aku......

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
SAAT BAYANGAN ITU DATANG

saat bayangan itu datang
terasa aneh memang
semakin ia mendekat
semakin terasa ia mendekap
tak tampak siapa dibalik jubah itu
yang terlihat hanya bayangan
ingin rasanya lari dari dekapnya
semakin lama,
semakin terasa dingin disini
sosok itu mulai tersenyum
seraya berkata
"biarkanlah aku menenangkanmu,
sebab aku lah izrail sang utusan-Nya"

(jakarta, 06 maret 2008)